![](https://imediantara.id/wp-content/uploads/2024/08/IMG_20240829_133207.jpg)
IMEDIANTARA.ID,BOLSEL
Dinas Kehutanan Propinsi Sulawesi Utara (Sulut) melalui FrAngky Watulingas menjelaskan alasan pencabutan Izin PT.JRBM jika terbukti melakukan pelanggaran terhadap Izin Persetujuan Penggunaan Kawasan Hutan (PPKH) Tahun 2023, berdasarkan beberapa poin yang tertulis.
Frangky menjelaskan bahwa jika PT. JRBM terbukti melanggar ketentuan yang tertuang dalam Surat Keputusan (SK) Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) terkait PPKH, maka izin tersebut dapat dicabut.
“Dalam amar ketujuh dan kesepuluh SK Menteri LHK, ditegaskan bahwa apabila pemegang PPKH tidak memenuhi kewajiban sebagaimana yang ditetapkan, serta melanggar amar kelima keputusan tersebut, maka PPKH akan dicabut sesuai dengan prosedur peraturan perundang-undangan yang berlaku,”ujarnya.
Lebih lanjut, Frangky menyebutkan bahwa masa berlaku PPKH PT. JRBM akan berakhir pada tahun 2025, namun dapat diperpanjang sesuai ketentuan dalam Peraturan Menteri LHK No. 7 tahun 2021.
“Memang Izin masih berlaku cuma sampai 2025, namun saya masih optimis perusahaan sebesar JRBM akan memperpanjang PPKH tersebut,”tegas Frangky.
Dalam konteks kompensasi, Frangky menjelaskan bahwa substansi PPKH terkait tanam tumbuh hanya menghitung nilai tanaman sebagai ganti rugi. “Yang diganti adalah nilai tanaman saja sebagai kompensasi tanam tumbuh, bukan lahan atau aspek lainnya,” jelasnya.
Frangky juga menekankan pentingnya keterlibatan pemerintah daerah dalam mediasi antara perusahaan dan masyarakat petani lahan. “Mediasi harus difasilitasi oleh pemerintah daerah setempat, agar penyelesaian konflik bisa tercapai dengan baik,” katanya.
Penjelasan Dinas Kehutanan Propinsi Sulut, mempertegas keterlibatan Pemda Bolsel sebagai Fasilitator sangat penting.
Keterlibatan aktif dari pihak Pemda Bolsel diharapkan dapat mempercepat proses mediasi dan mencapai solusi yang adil bagi pihak Perusahaan dan Masyarakat Petani penggarap yang terlibat.
Namun, sayang sikap pasif Bupati Bolaang Bolsel, Iskandar Kamaru SIP, dalam merespons persoalan ini sering menuai sorotan, sikap ini dianggap menjadi salah satu penyebab lambatnya penyelesaian kompensasi antara perusahaan dan masyarakat petani kebun.