Petani Kebun di Bolsel Ngamuk di Hadapan Karyawan PT.JRBM dan Polisi: Pohon Cengkih ditutupi Lumpur Portal Jalan Dirusak

IMEDIANTARA.ID,BOLSEL

Penulis: Bastian Korompot

Keberadaan Surat Keputusan (SK) Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) terkait Pinjam Pakai Kawasan Hutan (PPKH) yang diterbitkan pada tahun 2023 sepertinya tidak cukup memberikan kesadaran kepada PT J Resources Bolaang Mongondow (JRBM) akan kewajibannya terhadap masyarakat petani penggarap lahan di sekitar kawasan tersebut.

Konflik berkepanjangan antara manajemen perusahaan tambang emas blok Bakan dan para petani kebun di areal PPKH kilo 12 Bobungayon, Kabupaten Bolaang Mongondow Selatan (Bolsel), terus berlanjut tanpa kesepakatan.

Perusahaan tambang berpegang teguh pada izin usaha pertambangan (IUP) serta izin PPKH yang mereka kantongi untuk mengelola lahan di kawasan Hutan Produksi Terbatas (HPT) Bobungayon.

Namun, di sisi lain, para petani kebun bersikeras mempertahankan hak mereka atas lahan yang telah digarap bertahun-tahun sebelum perusahaan hadir. Klaim mereka memiliki bukti tanaman tahunan serta surat penguasaan lahan yang menunjukkan bahwa tanah tersebut telah bertahun – tahun mereka kelola.

Keadaan semakin rumit ketika pemerintah daerah yang diharapkan bisa menjadi penengah dan fasilitator dalam proses kompensasi, berdasarkan amanat PPKH, justru terkesan apatis dan tidak mampu mengambil peran yang seharusnya.

Kondisi ini membuat warga petani semakin frustrasi, mengingat mereka merasa tidak didengarkan oleh pihak berwenang maupun perusahaan.

“Haruskah menunggu ada korban yang berjatuhan baru semua pihak terkait berebut memberikan klarifikasi dan saling lempar tanggung jawab di media masa?,”Sindir seorang warga yang berada dilokasi kejadian

Ketidakpuasan masyarakat ini berakar dari perasaan yang mulai ragu hingga muncul dugaan perusahaan dan para oknum pejabat terkait terkait sudah ‘kongkalikong’ makanya tidak peduli dengan nasib mereka.

Masyarakat merasa berjuang sendiri untuk merebut hak atas tanah yang sudah mereka garap bertahun-tahun. Bahkan, kehadiran aparat penegak hukum seolah memperparah keadaan, karena dianggap lebih berpihak pada perusahaan dibandingkan masyarakat.

Puncak ketegangan terjadi pada Sabtu, 7 September 2024, ketika terjadi adu mulut antara sejumlah petani penggarap dengan pihak perusahaan dan kepolisian sektor Pinolosian.

Warga mengamuk akibat kamp kebun dan portal jalan dirusak, berdasarkan perintah lansung dari Kapolsek Pinolosian.

“Dorang bongkar pagar dgn sabuah kecil, suruhan dari kapolsek pinolosian,”ungkap warga.

Bukan hanya itu, bahkan 6 pohon tanaman cengkih milik warga menjadi rusak akibat ulah perusahaan.

“Ini ada yg baru dorang beking jalan kong itu tanaman cengkeh ada buah dorang tutup dgn lumpur pake Exavator 6 pohon, dorang so lupa kewajiban,'”kata warga.

Nyaris terjadi bentrok fisik ketika perusahaan berupaya memasuki lahan yang diklaim oleh masyarakat pekebun. Masyarakat bersikeras tidak mengizinkan perusahaan masuk sebelum hak kompensasi yang menjadi hak mereka diselesaikan.

Beruntung ketegangan tersebut berhasil reda, berkat kesadaran semua pihak yang terlibat, termasuk masyarakat pekebun, perusahaan, kepolisian, dan TNI, hingga potensi konflik fisik dapat dihindari.

Meski demikian, kondisi ini menunjukkan bahwa masalah di kawasan PPKH PT JRBM tidak bisa dibiarkan berlarut-larut. Potensi konflik yang lebih besar bisa saja terjadi di kemudian hari jika dibiarkan tanpa penyelesaian yang adil

Apa yang bisa dilakukan untuk mencegah konflik ini bereskalasi menjadi tragedi yang lebih besar?

Kapolsek Pinolosian Tedy Mandagi waktu di konfirmasi persoalan tersebut mengatakan itu bagian dari rangkaian penyelidikan berdasarkan laporan yang masuk dari pihak JRBM

“Ada laporan polisi yang masuk di polsek tentang upaya merintangi/menghalangi pihak yang telah mempunyai IUP sehingga kami melaksanakan pengecekan TKP dan mendapati benar peristiwa tersebut,”Kata Kapolsek.

Namun Teddy membantah kalu dikatakan ada pembongkaran yang dilakukan pihak kepolisian berdasarkan perintahnya.

“Itu bukan pembongkaran, tapi upaya kami utk mengeluarkan portal tersebut oleh karena ada kegiatan Eksplorasi di dalam areal,”jelasnya.

Namun berbeda dengan amanat PPKH yang membolehkan aktivitas berdasarkan permohonan dan persetujuan pinjam pakai kawasan ke pemerintah serta petani penggarap yang menuntut hak kompensasi berdasarkan amanat dalam PPKH.

Kapolsek Tedy Mandagi mempunyai tanggapan berbeda.Justru menurutnya areal HPT dalam bentuk apapun tidak bisa dilakukan kegiatan.

“Itu areal HPT dlm bentuk apapun tdk bisa melak kegiatan ddlm areal tsb…..Ok, itu dulu yg dpt kami jelaskan….,”tulis Mandagi mengakhiri konfirmasi Via WhatsApp menanggapi kegiatan perkebunan warga yang berada dalam HPT Bobungayon saat ini masuk IUP PT.JRBM.

 

 

Read Previous

Baru di Sulut, Paripurna Pelantikan Anggota DPRD Dibatasi Peliputan

Read Next

Polres Kotamobagu dan Brimob Bangun Jembatan Darurat di Desa Muntoi

Most Popular