Penyaluran LPG Subsidi 3 Kilogram Kacau Balau, Pertamina dan Pemerintah Dinilai Lemah

(istimewa)

Manado, IMEDIANTARA.ID

Penyaluran LPG subsidi 3 kg ke masyarakat terungkap masih kacau balau. Pertamina dan pemerintah dianggap tidak serius membangun sinergitas kerja untuk menekan fenomena penyimpangan distribusi LPG melon.

LPG 3 kg masih menumpuk di warung-warung warga yang bebas menjual dengan harga minim yakni Rp25 ribu per tabung.

Selain itu kriteria pelaku UMKM sebagai penerima LPG Subsidi 3 kg juga menimbulkan pertanyaan. Itu lantaran dokumen Nomor Induk Berusaha (NIB) membuka ruang baru bagi pelaku UMKM untuk menimbun puluhan tabung melon dengan alasan berusaha.

“Itu juga masalah baru. Kalau sudah menampung puluhan tabung dengan alasan UMKM, bukan tidak mungkin tabung-tabung itu dijual lagi dengan harga Rp25 ribu per tabung. Kan untungnya bisa lebih banyak dari misalnya pedagang makanan yang memegang NIB UMKM,” tutur pengamat kebijakan publik Meyer Harold Sasau.

Pada bagian lain, Meyer meminta Pertamina Niaga yang menjadi operator LPG subsidi agar transparan ke publik mengenai database penerima LPG melon.

“Berapa kuota untuk Sulut, masyarakat sampai hari ini tidak tahu. Terus dari kuota itu berapa yang disalurkan perbulan ke tiap kabupaten/kota juga kita tidak tahu. Tiba-tiba nanti menjelang Natal baru muncul isu LPG langka. Nah ini Pertamina harus jelas dan transparan,” tambahnya.

Lanjut menurut Meyer, sejauh ini fenomena pembiaran pangkalan mengizinkan warung warung menjual bebas LPG 3 kg ini, boleh jadi karena fakta beban pembiayaan terlalu kecil, sementara warung mendapat keuntungab Rp 5 sampai 7 ribu setiap tabung.

“Itu bisa saja karena biaya opersional atau marjin yang diberikan Pertamina ke pangkaan terlalu kecil. Saat bersamaan warung mendapat keuntungan berlipat ganda. Bahkan kalau ini sudah menjadi fenomena umum, mending sekalian saja pemerintah menyesuaikan HET LPG,” imbuh Meyer.

Ia menambahkan banyak pangkalan melepas LGP ke warung-warung dengan beragam alasan. “Kami justru mencurigai warung-warung ini ada afiliasinya dengan pangkalan. Bukan tidak mungkin warung -warung itu pemiliknya yang punya pangkalan atau aparat setempat,” jelas dia.

Terpisah Wakil Ketua Hiswana Migas Umar Arief membenarkan bahwa margin agen dan margin pangkalan sdh tidak ideal lagi dibandingkan dengan biaya operasional yang semakin tinggi.

“Oleh karenanya perlu dilakukan penyesuaian margin pangkalan dan penambahan biaya operasional. Agen dalam pendistribusian LPg 3 kg sampai ke pangkalan pangkalannya,” pinta Umar.

Menurut Umar solusi persoalan LPG yakni melakukan penertiban. “Melarang jualan LPG 3 KG selain pangkalan resmi LPG 3 KG. LPG 3 KG hanya bisa diperuntukkan bagi konsumen pengguna LPG 3 KG (mengacu pada Peraturan Menteri SDM) dan dibeli hanya untu keperluan memasak bukan untuk dijual lagi,” ungkap Umar.

Selain itu, menaikkan margin pangkalan melalui penyesuaian HET juga wajar kata Umar. “Dari 2015 sampai 2023 belum pernah dilakukan penyesuaian HET,” sambung dia.

Kemudian, Pertamina Patra Niaga sebagai operator bersinergi dan berkoordinasi dengang Pemprov dan pemkab serta pemkot, untuk mengatur rencana penyaluran LPG 3 kg dan memberikan masukan untuk mengantisipasi terjadinya kelangkaan LPG 3 kg di Sulut,” pungkas Umar.

(IMP/pem)

Read Previous

Mencak-Mencak Saat Gelar Reses, Adrey Laikun Disebut Miliki Mental Kerupuk

Read Next

Hadiri Paripurna KUA PPAS, Walikota AA Minta TAPD Pemkot Manado Siap Gelar Pembahasan

Most Popular