![](https://imediantara.id/wp-content/uploads/2024/09/IMG-20240901-WA0013.jpg)
IMEDIANTARA.ID,BOLTIM
Penulis:Bastian Korompot
Konsultasi Publik Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) yang digelar oleh PT. Arafura Surya Alam (ASA) baru-baru ini menjadi sorotan serius dari berbagai pihak, terutama dari kalangan aktivis lingkungan hidup dan masyarakat lokal.
Kegiatan yang diselenggarakan pada Jumat 30 Agustus 2024 tersebut seharusnya menjadi ajang partisipasi masyarakat untuk memberikan saran, pendapat, dan tanggapan terkait rencana perusahaan, justru dianggap gagal mencapai tujuannya.
Bayu Damopolii, seorang aktivis lingkungan yang telah terlibat aktif sejak awal berdirinya PT. ASA, mengkritik keras pelaksanaan konsultasi publik tersebut. Menurutnya, PT. ASA tidak memberikan ruang yang cukup bagi masyarakat untuk berpartisipasi secara penuh.
“Undangan yang disebarkan sangat terbatas, dan konsultasi yang diadakan terkesan tertutup. Banyak warga yang ingin menyampaikan pendapat namun tidak diberi kesempatan,” ujar Bayu.
Bayu juga menyoroti bahwa pembahasan dalam konsultasi publik tersebut lebih banyak menitikberatkan pada isu-isu rekrutmen pekerja dan penambahan desa lingkar tambang, daripada membahas dampak lingkungan yang sebenarnya menjadi fokus utama dari AMDAL. Hal ini, menurutnya, menunjukkan bahwa PT. ASA gagal memahami esensi dari konsultasi publik yang sebenarnya.
Selain itu, Bayu mengingatkan kembali persoalan lama terkait lokasi tambang yang berada di kawasan Hak Guna Usaha (HGU) yang telah dihuni oleh masyarakat Kotabunan sejak tahun 1960-an. “Masalah ini tak kunjung selesai, dan perusahaan tampaknya tidak memberikan perhatian yang cukup terhadap isu ini,”tambahnya.
Kritikan juga ditujukan kepada Pemerintah Daerah (Pemda) Bolaang Mongondow Timur (Boltim) dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Boltim. Bayu menyatakan kekecewaannya terhadap sikap Pemda yang dianggap tertutup dalam menghadapi isu-isu terkait perusahaan tambang.
DPRD Boltim, yang seharusnya menjadi garda terdepan dalam membela hak rakyat, dinilai tidak efektif dalam menangani masalah ini. Tim Pansus HGU yang telah dibentuk, menurutnya, tidak menghasilkan apa-apa selain laporan SPJ anggaran pembentukan tim.
“Dasar tidak bermanfaat,”sindirnya.
Respons yang diberikan oleh PT. ASA dan pemerintah setempat pun tidak banyak membantu meredam kritik.
Egy Pontoh, Humas Eksternal PT. ASA, menyatakan bahwa perubahan AMDAL kali ini berkaitan dengan kajian mengenai luas wilayah dan mengundang perwakilan desa lingkar tambang.
“Sulit dihitungnya Pak Bastian, cuma ada yg saya tau ada 14 Desa Lingkar tambang, pemerintah daerah, kecamatan, tripika,”ungkapnya
Namun, sorotan terkait undangan yang dianggap tidak representatif dan pembahasan yang dianggap tidak menyentuh aspek fundamental seperti dampak lingkungan, belum mendapatkan tanggapan yang memadai.
Di sisi lain, Kepala Dinas PUPR yang juga menjabat sebagai Plt. Assisten 2 Boltim, Haris Sumantha, menyebut bahwa pihak yang diundang dan materi yang disampaikan dalam konsultasi publik tersebut merupakan kewenangan perusahaan, bukan Pemda.
Menurut Haris, kurangnya waktu untuk tanya jawab juga disebabkan oleh keterlambatan peserta.
Hal yang sama disampaikan salah satu PJ Sangadi yang berada di wilayah lingkar tambang. ia mengaku kehadirannya di tempat berlangsungnya kegiatan tinggal menyesuaikan karena terlambat.
“Torang datang sodipenghujung acara, karena ada urusan di desa jadi soterlambat,”Ungkap Sangadi yang meminta merahasiakan namanya.
Menanggapi situasi ini, Rizal Burase Rompas, Kepala Kesatuan Pemangku Hutan Produksi (KKPH) Wilayah Bolsel-Boltim, menekankan pentingnya keterlibatan semua instansi terkait dalam konsultasi publik AMDAL.
Ia menyoroti bahwa jika ada penambahan lokasi tambang yang berpotensi membuka lahan baru, perusahaan harus melibatkan pihak kehutanan untuk mengurus izin yang diperlukan, seperti Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan (IPPKH).
Bukan hanya itu saja kata Alumnus UDK tersebut, bahwa aktivitas di luar Kawasan Hutan yang mengarah pada pembukaan lahan baru yang sudah di tumbuhi kayu yang hidup secara alami, maka tetap membayar PNBP berupa PSDH.
Informasi resmi yang diperoleh berdasarkan wawancara resmi, Balai Konservasi Sumberdaya Alam (BKSDA) Sulut, BPDAS maupun Instansi Pertanahan Boltim tidak mendapatkan undangan pada acara Konsultasi Publik AMDAL PT.ASA.
Informasi ini juga sudah sampai ke Direktur Wahana Lingkungan Hidup (WALHI) Sulut, meski belum memperoleh tanggapan resmi,namun sedang dilakukan kajian dan pengumpulan data.