Kritik Djainudin Terhadap Kampanye YSM Mendapat Tanggapan Tajam dari Mantan Ketua Komunitas Bentor Jadijo

IMEDIANTARA.ID,KOTAMOBAGU

Kontroversi terkait kampanye Yasti Soepredjo Mokoagow (YSM) dengan konsep “3D” kembali memanas setelah mantan Wakil Wali Kota Kotamobagu, Djainudin Damopolii, melontarkan kritik tajam.

Dalam pernyataannya di salah satu media lokal,  Djainudin menilai penggunaan istilah “Darah” dalam kampanye tersebut provokatif dan berpotensi memecah belah masyarakat Bolaang Mongondow (Bolmong). Namun, pernyataan ini langsung mendapat respons dari Arifin Mokodompit, mantan Ketua komunitas bentor ‘Jadijo’.

Menurut Arifin, kritik Djainudin terlalu dilebih-lebihkan dan tidak sejalan dengan perkembangan pemahaman masyarakat.

“Masyarakat Kotamobagu sudah jauh lebih cerdas dalam memaknai setiap simbol dan jargon politik, sehingga maknanya bisa berbeda tergantung cara orang memahaminya,” ungkapnya.

Arifin berpendapat bahwa justru tokoh masyarakat seperti Djainudin seharusnya lebih bijak dalam menyikapi kampanye YSM.

Ia mengingatkan agar interpretasi terhadap istilah “Darah” dalam konteks kampanye tidak dianggap sebagai ancaman yang mengkhawatirkan.

“Jika kita terlalu fokus pada interpretasi negatif, hal ini malah bisa memicu perpecahan masyarakat,” tambahnya.

Arifin juga menyoroti tren dalam politik saat ini, di mana istilah “berjuang hingga berdarah-darah” lebih bermakna sebagai perjuangan total dengan seluruh jiwa dan raga, bukan ajakan untuk kekerasan.

“Dalam dunia politik, istilah itu bukan berarti saling bunuh, tetapi menggambarkan komitmen dan usaha keras,” jelasnya.

Sebagai seseorang yang pernah berperan dalam tim sukses Djainudin di masa lalu, Arifin memberikan perspektif berbeda terkait makna “Darah” dalam konsep 3D YSM.

“Sebenarnya, darah di sini lebih dimaknai sebagai tenaga. Kalau manusia kurang darah, berarti kurang tenaga,” ujarnya.

Arifin berharap para tokoh masyarakat lebih berhati-hati dan bijaksana dalam menyikapi jargon-jargon politik di masa kampanye, Ia mengingatkan agar setiap pernyataan di ruang publik diinterpretasikan secara positif, sehingga tidak menimbulkan persepsi buruk di kalangan masyarakat.

“Menjadi tanggung jawab tokoh masyarakat untuk memaknai pernyataan dengan bijak dan berpolitik dengan riang gembira. Jangan sampai masyarakat ikut-ikutan menafsirkan ke arah negatif,” pungkas Arifin.(Bas)

Read Previous

PDAM Manado Genjot Capaian Target Sambungan Air Bersih Gratis, Ini Paparan Dirut Meiky Taliwuna

Read Next

Kampanye Dialogis NKSTA di Kelurahan Matali Tunjukkan Progres yang Signifikan

Most Popular